*Usia 13-18, bagaimana mereka mengembangkan potensi daring?
Ini usia masa pertumbuhan dan menuntut otonomi lebih luas. Saat paling banyak resiko bakal dihadapi anak-anak, sehingga butuh penjagaan agar tidak terlepas. Mereka memiliki akses ke banyak situs secara daring. Eksplorasi dan eksperimen kegiatan sangat terbuka di titik ini dan harus diwaspadai.
Tak boleh lengah membantu anak-anak membangun dan memiliki keterampilan yang diperlukan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Sekaligus mengembangkan kapasitas lain, yaitu berpikir kritis. Dorong agar bersama-sama saling belajar memperoleh dan memanfaatkan informasi bagi anak-anak yang lebih kecil.
Usia remaja berusaha lebih mandiri dan punya privasi sehingga sering beralih ke media sosial sebagai sarana ekspresi dan koneksi sosial. Jangan sampai terjerumus, perlu penyadaran di lingkungan keluarga maupun melalui jalur pendidikan (pelatihan formal).
Ambil contoh media sosial dan game daring, bisa bermanfaat banyak, termasuk mengembangkan jaringan saling mendukung dalam kesamaan minat. Namun, dapat pula membawa tekanan sosial eksternal yang dapat dianggap sebagai beban bagi remaja. Berpotensi mendapatkan perundungan bahkan korban penipuan.
Baca juga: Moms, Yuks Kreasikan Starbucks Kamu Lewat Coffeemezation
Mendampingi dan mengasuh remaja di era digital merupakan tantangan tersulit dan terbesar. Sebab mereka memperoleh banyak manfaat melalui media digital, tetapi pada saat bersamaan juga berhadapan dengan konten dan aktivitas berpotensi memasuki area rawan seperti pornografi, budaya kekerasan, berita bohong dan ujaran kebencian.
Lalu, harus apa dan bagaimana orangtua bersikap?
Penting dan mutlak menjaga hubungan positif dan saling percaya dengan anak-anak. Tetap memperhatikan aktivitas daring mereka sejauh yang layak diijinkan. Berupaya memahami bagaimana remaja menggunakan teknologi serta menyediakan diri membimbing kala sesuatu di luar dugaan terjadi.
Pertahankan hubungan sehat dengan teknologi yang mengitari mereka. Memang jaman sedang bergeser. Dulu kita tersenyum karena bertemu sesama. Sekarang, kebanyakan kita justru tersenyum ketika sedang menatap layar seluler meski sedang sendirian. Aneh kan, tetapi itulah kenyataan.
Jadi, jangan biarkan anak-anak ditelan masalah akibat kemajuan teknologi. Memiliki anak jelas bukan masalah. Mereka “mungkin” punya masalah. Fokus orangtua adalah membantu anak menghadapi dan memecahkan masalah. Bukan malah berusaha “memperbaiki” mereka sebagai anak yang sedang mencari jati diri!
Tak ada hal yang lebih penting kecuali “seseorang” yang berada di depan kita. Teknologi adalah “pembantu” canggih tetapi “tuan” yang berbahaya. Selayaknyalah di depan anak-anak, lakukan beragam kegiatan yang membuat Anda lupa mengecek apa yang ada di selular Anda. Mari kita jalani hidup dengan teknologi, bukan karena teknologi!
Usah risau jika anak-anak tidak mendengarkan kita, tapi wajib was-was jika mereka selalu mengawasi kita. Jika kita tidak membentuk anak-anak, mereka akan dibentuk kekuatan luar yang tidak peduli bagaimana bentukan anak-anak itu.
Baca juga: Duk Duk Duk, Ada Berbuka Puasa Selera Nusantara di Mercure Jakarta PIK
Orangtua wajib mendukung anak-anak karena mereka cenderung hidup sesuai dengan apa yang kita yakini tentang mereka. Yang jelas, anak-anak membutuhkan cinta justru di saat-saat mereka tidak pantas mendapatkannya.
Inspirasi tulisan:
Parenting in the Digital Age
Foto utama oleh Bruce Mars dari Unsplash