5 Jurus Ajak Anak Bahas Isu Sensitif Tanpa Resah

  1. Gunakan bahasa yang sesuai umur si kecil

Ericka Sóuter, penulis buku “How to Have a Kid and a Life: A Survival Guide” menyatakan bahwa kebanyakan pertanyaan dari anak-anak kepada orang tuanya tentang isu dunia adalah “Mengapa?”

“Mengapa ada perang?”

“Mengapa ada Pandemi?”

Pertanyaan-pertanyaan sederhana tetapi jawabannya bisa jadi sangat panjang dan rumit.

Dalam hal ini, Sóuter menekankan penggunaan bahasa yang sesuai dengan umur anak. Tidak perlu membahas detail tentang isu global yang rumit yang dapat menyebabkan mereka resah. Akan tetapi, anak remaja bisa jadi justru tertarik membahas lebih dalam seperti asal usul atau sejarah permasalahannya. Hal tersebut bisa kita jadikan kesempatan untuk meluangkan waktu berkualitas meriset bersama di Internet.

  1. Imbangi dengan hal positif

Pertanyaan lain yang mungkin muncul di benak anak-anak adalah mengenai apa yang akan terjadi, baik terhadap orang lain yang terlibat maupun dampaknya bagi mereka.

“Bagaimana nasib mereka?”

“Apa yang akan terjadi kepada kita?”

Tekankan bahwa anak kita aman, dicintai dan selalu dilindungi. Bila terlihat mereka masih khawatir maka kita bisa membicarakan tentang orang-orang yang mendedikasikan diri mereka untuk mencari solusi dan membantu, seberapapun buruknya keadaan.

Foto oleh Karolina Grabowska dari Pexels

Contohnya bila menyangkut Pandemi maka perkenalkan para relawan penanggulangan Covid-19, program vaksinasi, dan lain sebagainya. Bila mengenai perang di Ukraina kita bisa membahas beragam usaha diplomasi, andil PBB dan jalan perdamaian lain yang sedang ditempuh.

Bersiaplah menghadapi beragam emosi yang bisa jadi sulit ditebak karena tiap anak berbda dalam memproses informasi yang sifatnya tidak membuat nyaman mereka.

“Bisa jadi ada luapan emosi atau si kecil malah kembali bermain.” Sarah Jones, seorang reporter dan penulis buku “A Kids Book About War”.

Baca juga: Mendeteksi dan Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus

  1. Pangkas hoaks

Sebagai orang tua kita juga harus memiliki wawasan luas agar tidak menjadi korban berita bohong atau hoaks. Orang tua adalah garda depan dalam menghadapi hal seperti ini.

Dengarkan cerita anak kita dan segera luruskan bila ada bagian yang tidak akurat. Tanyakan juga dari mana ia mendapatkan informasi yang tidak akurat tersebut, agar dapat lebih mudah diantisipasi di kemudian hari.

Hal ini tentunya bukan berarti kita harus menjadi ahli di semua topik global tetapi bersikap terbuka dan jujur.

Toya Roberson-Moore, seorang psikiatris anak dan remaja di Pathlight Mood & Anxiety Center menyarankan orang tua membuka percakapan tentang hal-hal yang anak temui di media sosial dan aplikasi chat dalam bentuk meme, gif, atau video.

  1. Jadilah panutan

Anak-anak mengkopi emosi yang diekspresikan orang tua mereka. Walau kita tentunya ingin menyampaikan kepedulian kita atas satu isu, cobalah untuk tetap tenang dan tidak emosional dan berkepala dingin.
try to model a sense of calm.

Moms and Pops juga baiknya menjaga ucapan ketika di depan anak, walau kita tidak sedang berbicara kepada mereka. Kadang kita lupa dan melampiaskan kekesalan kit sendiri dengan memberikan komentar keras atas satu isu. Bila si kecil menangkap kejadian itu, kemungkin ia akan mencontoh tingkat intensitas yang sama dan tentunya tidak akan bagus bagi perkembangan emosinya yang masih belum mampu ia kontrol sepenuhnya seperti orang dewasa.

Fokuslah pada rutinitas di rumah dengan waktu makan, tidur dan mengerjakan PR yang konsisten.

Rasa takut kerap berasal dari masa depan, jadi, ajaklah anak kita untuk kembali fokus kepada masa kini.

Demikian saran kami dari ParentsGuide, semoga dapat membantu!

Foto utama oleh Korhan Erdol dari Pexels

Related Posts

Comments

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories