Dibuang Sayang: Melayani dengan Hati

Oleh Dr. Edi Setiawan Tehuteru, Sp.A(K), MHA

Bulan Oktober setiap tahunnya diperingati sebagai bulannya paliatif. Tahun 2022, Hari Paliatif Sedunia diperingati pada tanggal 8 Oktober. Sementara itu, International Children’s Palliative Care Network mengajak seluruh dunia untuk merayakan Hari Paliatif Anak tanggal 14 Oktober. Semua pegiat paliatif anak diminta untuk mengenakan topi pada hari itu untuk merayakannya.

The First Recipient of theRosalie Shaw Travelling
Scholarship in Perth

Pada kesempatan ini, dalam rangka merayakannya, saya ingin ikut berpartisipasi dengan menuliskan bagaimana saya dan teman-teman memulai layanan paliatif anak.

Sejak bekerja sebagai dokter kanker anak, saya baru mengetahui bahwa terdapat 4 pilar dalam program penanggulangan kanker pada anak dan salah satunya adalah paliatif. Saat itu, baru 3 pilar yang terpenuhi, sehingga bila ada anak yang perlu layanan paliatif, saya harus mengkonsulkannya ke seorang dokter umum yang sudah mendapat pelatihan tentang paliatif. Namun dalam hati, sebenarnya saya butuh yang khusus melakukan layanan paliatif anak atau mungkin saya sendiri yang harus melakukannya.

Baca juga: Dibuang Sayang: Sebuah Impian yang Menjadi Nyata

Mulailah saya mencari informasi tentang sekolah yang ada program paliatif anaknya, yang tentunya tidak ada di Indonesia. Sementara sibuk mencari-cari, baik melalui internet maupun bertanya pada seorang dokter anak satu-satunya saat itu di Indonesia yang mempunyai gelar magister di bidang paliatif, saya memanggil almarhumah dengan sebutan Prof. DR. Dr. Netty Ratna Hutari Tedjawinata, Sp.A(K) dari Surabaya, datanglah seorang ibu menemui saya di rumah sakit. Terakhir diketahui bahwa ibu ini adalah seorang pensiunan dokter asal Surabaya yang bekerja di Rachel House Foundation. Yayasan ini boleh dikatakan merupakan yayasan pertama di Indonesia yang bergerak dibidang layanan paliatif anak.

Dokter yang sudah cukup berumur ini ternyata sudah keliling ke beberapa rumah sakit di Jakarta untuk menawarkan kerjasama. Ia mengatakan bahwa semua rumah sakit menolak kerjasama tersebut karena merasa bahwa anak-anak yang terkena kanker maunya meninggal di rumah sakit. Bagi saya, ini merupakan anugerah dari Tuhan. Tanpa berpikir panjang lagi, saya langsung terima tawaran tersebut.

Peristiwa ini terjadi ditahun 2008 dan sejak itu, perlahan-lahan saya mulai  terpapar dengan layanan paliatif yang khusus menangani anak. Mulai mencoba untuk mencari bentuk yang tepat untuk bisa menularkan ilmu ini ke dokter-dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya di Indonesia. Bagaimana bentuk pelayanannya yang tentunya harus disesuaikan dengan budaya bangsa kita, yang masih sangat sensitif dengan apa yang namanya kematian. Selain itu, masih banyak lagi hal-hal lain yang kami pikirkan. Benar-benar kami mulai dari nol.

Yayasan yang dikenal dengan singkatannya YRR atau Yayasan Rumah Rachel, kemudian mulai merekrut 3 perawat, yaitu Rina, Susi, dan Alisda. Kami semua sama-sama belajar karena memang kami semua tidak datang dari latar belakang yang memiliki pengetahuan tentang layanan paliatif anak sebelumnya. Melihat hal ini, Ibu Lynna Chandra selaku pimpinan YRR merasa perlu mendatangkan pakar paliatif untuk memberikan dasar yang kuat tentang paliatif anak di Indonesia.

Related Posts

Comments

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories