Ira Wibowo, Berguru dari Film Tanpa Merasa Digurui

Berperan dalam kedua film tersebut, Ira merasakan betapa kekuatan serta ikatan kekeluargaan akan selalu menyalurkan energi positif. Sekalipun bukan keluarga sempurna, kerap diselingi ribut-ribut kecil, tapi tetaplah sebuah keluarga menjadi jangkar sekaligus sumber kekuatan dan kebahagian.  

Bersama Ayah, cinta pertama Ira Wibowo
Quality time bersama Ibu

“Dalam keluarga kan nggak ada judgemental.  Setiap anggota keluarga bisa menerima satu sama lain apa adanya,” tutur Ira yang sangat menyukai kedua film keluarga ini karena jelas menggambarkan betapa kuat, penting dan berartinya sebuah keluarga.

“Nonton film ini, aku sebagai ibu merasa ingin menjadi ibu yang lebih baik lagi. Begitupun seorang kakak, adik maupun anggota keluarga lain, pastinya juga termotivasi berniat menjadi lebih baik lagi,” tambahnya bersemangat.

Jadi, benar kan selain menghibur, film juga merupakan media efektif dalam mentransfer pesan edukatif tanpa menggurui, selain tentu saja terselip unsur menghibur. 

Untuk Indonesia, pertama kali film diperkenalkan, 5 Desember 1900 di Jakarta yang saat itu masih bernama Batavia. Disebut sebagai  “Gambar Idoep”, digelar sebagai pertunjukan perdana di Tanah Abang berupa film dokumenter perjalanan Ratu dan Raja Belanda di Den Haag.  

Selanjutnya film cerita pertama kali dikenal di Indonesia selang beberapa tahun kemudian, tepatnya 1905, merupakan film impor dari Amerika dengan judul yang dialihkan ke bahasa Melayu dan cukup siminati. Terlihat dari jumlah penonton dan pertumbuhan gedung bioskop pun meningkat.

Situasi ini mendorong sineas Indonesia mulai memproduksi film lokal pertama tahun 1926. Masih berupa film bisu, meskipun di jaman itu belahan dunia lain sudah memproduksi film-film bersuara.

Related Posts

Comments

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories