Mengambil Keputusan Sulit dalam Situasi Kritis

Ternyata Tuhan tidak terpengaruh dengan bujuk rayu saya. Operasi tetap harus dilakukan. Sebagai dokter, saya akhirnya berusaha cari tahu tentang proses operasi yang akan saya jalani. Saya baca literatur, nonton Youtube, bertanya pada orang yang pernah menjalani operasi seperti operasi yang akan saya jalani. Jujur, sangat menakutkan. Dada saya akan dibelah, jantung saya juga akan dibelah untuk diganti katubnya, dan kerja paru dan jantung saya sementara akan diambil alih oleh mesin. Suatu operasi besar yang penuh risiko. Ibaratnya, dokter kesenggol sedikit saja, saya bisa langsung tidak ada di dunia ini lagi. 

Tidak tahu harus berbuat apa kecuali berdoa pada Tuhan, “Tuhan, jika Engkau masih menghendaki hamba-Mu ini melayani Engkau di bumi ini, maka besok berarti saya masih ada di dunia ini. Tapi, kalau memang waktu saya sudah selesai di bumi ini, maka besok saya akan bersama-Mu di Sorga”. Hanya ini yang dapat saya lakukan. Di tengah ketidakberdayaan, saya serahkan semuanya ke dalam tangan-Nya. Setelah berdoa, saya justru menjadi tenang karena saya sudah menyerahkan beban saya kepada Tuhan. Biarlah kehendak Tuhan yang jadi.

Baca juga: dr. Nafla Rintisa: Dari Pasien Kanker Menjadi Dokter

Satu hari menjelang operasi, pasien-pasien diminta masuk rumah sakit dan kami dikumpulkan dalam satu ruangan yang berkapasitas 10 pasien. Hampir semua menunjukkan wajah tegang karena takut. Apa kira-kira yang berkecamuk dipikiran mereka? Jujur, saya merasa tenang saat itu. Seorang teman yang menjenguk bahkan bertanya, “Kok kamu tenang-tenang saja sih?”. Mungkin seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, yaitu karena saya saya sudah menyerahkan beban ini kepada Tuhan. 

Malamnya dokter memberi informasi tentang proses operasi yang akan dijalani esok hari. Satu hal yang menarik, diakhir ucapannya dia berkata, “Segala kemungkinan bisa terjadi. Tentu kita berharap yang terbaik. Tapi keluaga juga mohon untuk siap bila terjadi sesuatu yang sama-sama tidak kita harapkan”. Kalimatnya memang memang baik dan enak terdengar, namun semua yang hadir, termasuk pasien, pasti mengetahui benar maksud dari kalimat itu. Terlihat wajah pasien dan keluarga atau kerabatnya yang mulai berubah menjadi bertambah tegang. “Apakah saya masih bisa bertemu dengan keluarga atau kerabat saya esok hari?”, mungkin itu pertanyaan mereka yang hanya dapat diungkapkan di dalam hati. 

Seusai itu, kami diajak berkeliling ke ruang-ruang yang akan kami tempati setelah operasi. Sebelum tidur, perawat menawarkan obat tidur bagi mereka yang membutuhkannya. Hampir semua minta obat tersebut supaya bisa tidur. Saya tidak mau minum obat tidur karena saya pikir, “Besok saya akan tidur seharian karena dibius. Seandainya besok adalah waktu saya terakhir di dunia ini, maka saya juga akan tidur untuk selamanya. Saya benar-benar ingin menikmati malam ini. Bersyukur kalau bisa tidur, kalau tidak bisa tidur ya tidak apa-apa juga”.

Related Posts

Comments

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories