6 Dampak Pola Asuh Helicopter Parenting

  1. Tidak mandiri

Kemandirian seorang anak dipupuk sedini mungkin, dimulai dari makan sendiri ketika balita beranjak ke tugas-tugas lain yang lebih rumit sesuai umurnya. Anak yang mendapat pola asuh helicopter tidak terlatih kemandiriannya karena keterlibatan orang tua yang terlalu jauh membantu sehingga anak terbiasa dengan semua hal yang sudah beres diatur orang tuanya. Ketika terdapat halangan, entah orang tua sedang sibuk atau tidak dapat dihubungi, si kecil dapat merasa sulit melakukan hal-hal yang seharusnya sudah terbiasa seorang diri. Sikap ini juga dapat memupuk kemalasan karena merasa dapat selalu mengandalkan orang tua dan jika gagal siap dibantu oleh mereka.

  1. Kurang mahir dalam memecahkan masalah

Anak seharusnya dibiasakan untuk mencari solusi dan memecahkan masalahnya sendiri walau kita siap sedia membimbingnya, agar ketika dewasa nanti ia terbiasa berpikir kreatif untuk memecahkan berbagai masalah dalam hidupnya. Pada helicopter parenting, orang tua akan siap selalu menyelesaikan semua masalah yang dihadapi anaknya. Walaupun terkesan si anak menjadi sigap dan cepat akan tetapi ia menjadi tidak terbiasa mencari solusi seorang diri. Contohnya ketika mengerjakan PR. Bila dibantu terus oleh orang tua maka hasilnya bsia saja bagus tetapi ketika di sekolah bisa saja nilainya menurun karena tidak adanya orang tua yang membantu.

Baca juga: Kenal Lebih Dekat dengan Tiga Tipe “Mom”: Tiger Mom, Jellyfish Mom dan Dolphin Mom

  1. Memiliki rasa cemas yang tinggi

Pola asuh helicopter parenting membuat anak mempunyai rasa kecemasan yang sangat tinggi di mana ia menjadi takut untuk bergaul dan bersosialisasi dengan dunia luar dan hanya nyaman di rumah bersama dengan orang tuanya. Sisi positifnya, si kecil akan sangat percaya kepada kita sebagai orang tua tetapi ia juga akan kesulitan meluaskan pergaulan yang tentunya akan diperlukan seiring ia memasuki masa pendidikan dan pekerjaan.

  1. Tidak pernah mau menerima kegagalan

Kegagalan adalah guru yang baik, sebuah pelajaran yang paling berharga dan dapat dijadikan sebagai pemicu untuk sukses di kemudian hari. Akan tetapi, pola asuh helicopter parenting dapat menyebabkan si kecil mengalami kesulitan menerima kegagalan karena terbiasa selalu dibantu dan berhasil. Semua yang harus dikerjakan oleh anak diantu agar selesai oleh orang tuanya dan hasilnya kerap menjadi yang terbaik dibanding teman-temannya. Ketika ada masa di mana orang tua tidak lagi dapat ikut serta turut membantu, seperti ketika ujian sekolah. Ketika gagal maka hal tersebut dapat menjadi beban yang sulit untuk ia terima.

  1. Mudah menjadi stres dan tertekan

Keterlibatan orang tua yang terlalu jauh dalam kehidupan anaknya yang tercermin dari pola asuh helicopter parent dapat juga berakibat si kecil merasa jenuh, tidak bebas berekspresi, karena harus selalu menuruti orang tuanya. Hal seperti ini dapat menyebabkan anak menjadi mudah merasa tertekan dan stres. Bila berlangsung selama waktu yang cukup lama maka bisa jadi berkembang kepribadian yang ingin membangkang dari orang tuanya, baik secara terang-terangan maupun diam-diam.

Setiap anak berbeda, demikian juga setiap orang tua, selain kondisi setiap keluarga juga beragam sehingga kita harus mencermati berbagai pola asuh yang kita gunakan agar berimbang sambil mengamati bagaimana efeknya terhadap si kecil. Helicopter parenting tidak buruk total, ada baiknya juga kita waspada dan sigap membantu, tetapi tidak ada salahnya mencoba menggabungkan pola asuh lainnya agar sesuai dengan konteks dan kepribadian si kecil. Kita juga perlu jeli terhadap umpan balik yang diberikan agar bila ada kendala dapat segera terdeteksi dan dapat dicarikan solusinya sebelum terlambat dan kepribadian si kecil sudah terlanjur terbentuk.

Foto oleh Anna Savelieva dari Pexels

Foto utama oleh Ron Lach dari Pexels

Related Posts

Comments

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories