Menikah Muda Berpotensi Lahirkan Anak Stunting

Anggota Komisi IX DPR RI, Aliyah Mustika Ilham, mengatakan stunting menjadi ancaman Indonesia dalam mewujudkan Generasi Emas 2045. Jika tidak diturunkan saat ini, stunting akan mempengaruhi kualitas generasi bangsa di masa mendatang.

Untuk itu, Aliyah menekankan perlunya sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah dalam upaya penurunan stunting melalui pencegahan terjadinya stunting baru, baik yang berkaitan dengan faktor sensitif maupun spesifik.


“Salah satu penyebab stunting adalah penikahan dini, di mana anak yang menikah di usia muda, baik secara mental maupun fisik berpotensi melahirkan anak stunting. Ditambah lagi jika ekonomi keluarga belum siap, nantinya akan sulit bagi pasangan muda ini untuk memenuhi kebutuhan gizi pertumbuhan dan perkembang anaknya,” sebut Aliyah.

Hal itu ditegaskan Aliyah pada gelaran kegiatan Kampanye Program Percepatan Penurunan Stunting bersama mitra kerja Komisi IX DPR RI, Rabu (18/10/23).

Baca juga: 11 Siswa SMK RUS Kudus Bawa Kehidupan Badut Jalanan ke Festival

Bertempat di Hotel Tanjung Merayu, Kabupaten Kepulauan Selayar, kegiatan ini diikuti 350 peserta, terdiri dari camat, lurah, kepala Puskesmas dan tenaga kesehatan se-Kabupaten Selayar.

Aliyah mendorong agar setiap remaja memperhatikan usia ideal menikah, dimana perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun.

“Di usia ini pasangan telah siap secara mental dan fisik untuk menjadi orang tua, siap hamil dan melahirkan, serta bisa merawat dan memberikan gizi yang baik untuk tumbuh kembang anak secara baik dan benar,” ujar Aliyah.

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis serta infeksi penyakit berulang, terutama pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang dimulai saat janin dalam rahim hingga bayi berusia 2 tahun.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan BKKBN Sulawesi Selatan, Shodiqin, SH, MM dalam kesempatan itu menyampaikan terbitnya Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2023 mengamanatkan BKKBN sebagai koordinator Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia.

“Data SSGI Tahun 2022 angka prevalensi stunting Sulawesi Selatan 27,2 persen. Angka ini masih di atas nasional yaitu 21,6 persen. Sedangkan batas standar angka stunting suatu negara yang di tetapkan WHO adalah 20 persen,” tuturnya.

Menurut Shodiqin, menurunkan stunting menjadi tugas bersama.
Untuk mempercepat penurunannya, BKKBN tidak dapat bekerja sendiri. Dibutuhkan dukungan dan komitmen berbagai pihak, baik faktor sensitif maupun spesifik. Lewat koordinasi dan konvergensi yang terbangun, kita berharap target 14 persen stunting di 2024 bisa kita capai,” ujar Shodiqin.

Lebih lanjut, Shodiqin menyebutkan strategi penurunan stunting yang dilakukan BKKBN yaitu pencegahan lahirnya stunting baru. Caranya, dengan melakukan pendampingan kepada kelompok berisiko stunting, yaitu remaja sebagai calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan baduta (bayi di bawah dua tahun).

Foto oleh Verne Ho dari Unsplash

“Kunci penurunan stunting adalah pencegahan lahirnya stunting baru. Untuk itu, BKKBN melalui perannya terus mendorong agar setiap Pasangan Usia Subur mengatur kelahiran anak dengan ber-KB,” sebut Shodiqin.

Dengan mengatur kelahiran anak, lanjut Shodiqin, keluarga akan memilik banyak waktu dan kesempatan untuk memaksimalkan pengasuhan anak, ASI eksklusi bisa maksimal diberikan dan kesehatan ibu juga bisa meningkat.

Shodiqin juga menegaskan pentingnya menghindari kehamilan berisiko, yaitu terlalu muda melahirkan di bawah 20 tahun, terlalu tua melahirkan di atas 35 tahun, terlalu rapat melahirkan di bawah 3 tahun, dan terlalu sering melahirkan.

Kepala Dinkes Selayar, dr. Husaini mengatakan angka prevalensi stunting di Kabupaten Kepulauan Selayar masuk kategori enam tertinggi di Sulawesi Selatan.

“Berdasarkan Data Survei Status Gizi Indonesia Tahun 2022, angka prevalensi stunting di Kabupaten Kepulauan Selayar 32,1 persen. Target kita tahun ini masih sangat berat, kalau melihat target RPJMN 2020 – 2024, tahun 2023 kita harus mencapai angka 17 persen dan tahun 2024 harapannya turun menjadi 14 persen,” sebut dr. Husaini.

Baca juga: Sengit dan Seru Moms! Si Kecil dan Kakak Bertanding di Kejuaraan Renang dan Bola Basket

Lebih lanjut, dr. Husaini mengatakan salah satu kendala di lapangan yang dihadapi tenaga kesehatan adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur tinggi badan baduta belum terstandar. Maka, berpotensi salah ukur sehingga data yang dihasilkan kurang akurat.

Kepala Dinas DP3AP2KB Selayar, Drs. Andi Massaile mengatakan salah satu faktor penyebab stunting adalah pola asuh dan makan anak yang salah. Sehingga diperlukan intensifikasi komunikasi perubahan perilaku untuk mengubah pola pikir masyarakat akan bahaya stunting.

“Ada dua upaya penanganan stunting yang dilakukan yaitu berkaitan dengan faktor sensitif dan spesifik. Semuanya ini merupakan sistem sehingga setiap sub-sub sistem harus berkerjasama dan saling mendukung dalam penanganan stunting,” ujar Andi Massaile.

Disebutkan, untuk melakukan intervensi kegiatan dibutuhkan data yang akurat demi memastikan kebijakan dan saran penanganan stunting tepat. Disebutkan pula, ada dua data yang bisa digunakan yaitu data anak stunting melalui data e-PPGBM by Name by Address dan data keluarga berisiko stunting hasil Pendataan Keluarga.

Dalam kegiatan ini diserahkan alat antropometri kit kepada 14 puskesmas dengan sasaran 309 posyandu se-kabupaten Kepualaun Selayar. Bantuan ini merupakan yang terbanyak di Sulawesi Selatan dengan harapan dapat mendorong upaya percepatan penurunan stunting.

Foto utama oleh Muhammad Faiz Zulkeflee dari Unsplash

Parents Guide
Parents Guidehttp://www.burhanabe.com
Info seputar parenting, mulai dari kehamilan, tumbuh kembang bayi dan anak, serta hubungan suami istri, ditujukan untuk pasangan muda.

Related Posts

Comments

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories