Studi Kesehatan di Seputar Harganas: Kesadaran dan Pengetahuan Masyarakat Tentang Stunting Belum Tertanam Baik

Bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30 Tahun 2023. Peringatan Harganas jatuh di setiap 29 Juni, dan menurut rencana tahun ini diperingati secara nasional di Palembang, Sumatera Selatan, pada 6 Juli 2023. Presiden Joko Widodo dijadwalkan hadir pada puncak peringatan yang akan dihadiri ribuan tamu undangan.

Mengambil tema “Menuju Keluarga Bebas Stunting, Untuk Indonesia Maju”, peringatan Harganas tahun ini dibayangi-bayangi kerja keras pemerintah dan berbagai pihak dalam upaya melakukan percepatan penurunan stunting.

Pemerintah telah menargetkan prevalensi stunting menjadi 14 persen tahun 2024, di mana pada 2019 mencapai 27,6 persen (Riskesdas 2019) dan di 2023 turun menjadi 21,6 persen, Prevalensi ini sekaligus menunjukkan bahwa sebenarnya keluarga berisiko stunting di Indonesia sangat mungkin jauh lebih besar.

Baca juga: Moms dan Pops, Keluarga Berkualitas, Kunci Bangsa Indonesia Atasi Berbagai Masalah

Berdasarkan Studi Health Belief Model, ada 98 persen masyarakat yang memahami kata stunting, namun masih 89 persen masyarakat tidak setuju dan sangat tidak setuju bahwa stunting itu hoax. Diperkuat pula bahwa 98 persen masyarakat meyakini stunting itu berbahaya bagi kesehatan anak. Namun 50 persen masyarakat tidak percaya atau tidak setuju bahwa stunting menghambat kognitif anak.

Sebesar 39 persen tidak setuju bahwa risiko dan penyebab stunting karena faktor kurang nutrisi dari makanan, dan 47 persen risiko stunting bukan karena ketidak mampuan membeli makanan bergizi. Masyarakat juga tidak meyakini bahwa anak risiko stunting berhubungan dengan pola asuh (58 persen) dan percaya bahwa stunting bukan penyakit atau kondisi medis yang serius (35 persen).

Hasil survey tersebut menggambarkan bahwa kesadaran tentang apa itu stunting, bagaimana berbahayanya stunting dan apa penyebab stunting belum tertanam dengan baik. Hal ini dapat disebabkan karena mayoritas keluarga Indonesia belum melihat dirinya sebagai Keluarga Berisiko Stunting. Kondisi ini sangat mungkin merupakan hasil dari pendekatan pencegahan stunting yang selama ini bersifat top-down.

Masyarakat dari sisi sosio-kultural melihat soal perencanaan memiliki anak, kehamilan dan merawat/mengasuh bayi/anak sebagai pengetahuan yang diterima turun-temurun dan selama ini tidak mengenal masalah yang disebut sebagai stunting. Banyak juga keluarga yang merasa mereka berkecukupan secara ekonomi sehingga merasa yakin bebas dari ancaman stunting.

Jika kesadaran apa itu stunting, bagaimana berbahayanya dan apa penyebabnya belum dimiliki maka masyarakat belum melihat dirinya sebagai Keluarga Berisiko Stunting. Atau sebaliknya, karena belum melihat diri mereka sebagai Keluarga Berisiko Stunting maka keluarga Indonesia belum memiliki kesadaran tentang apa itu stunting, bagaimana dampak dan berbahayanya serta apa penyebabnya, bagaimana pencegahannya.

“Jadi, sangat wajar jika masih banyak keluarga yang tidak tahu dan tidak merasa perlu tahu bagaimana cara mencegah stunting,” ujar Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo Sp.OG (K), Kamis (29/6/2023), di Jakarta dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi.

Pada 2021, Kepala BKKBN mendapat amanah dari Presiden Joko Widodo untuk mengemban tugas baru sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia.



Mengambil momentum tersebut, BKKBN mengedepankan esensi ‘keluarga bebas stunting’ sebagai substansi tema dalam peringatan Harganas tahun ini, dengan maksud dapat dimanfaatkan sebagai pintu masuk untuk mendekatkan Hari Keluarga Nasional dengan keluarga Indonesia. Seraya berharap peringatan Harganas tahun ini menjadi momentum penting dalam merevitalisasi kembali peran keluarga dalam pembangunan.

Isu stunting sangat dekat dengan masa depan keluarga dan harus dapat disampaikan dengan cara yang lebih tepat, lebih menyentuh dan lebih memahami sudut pandang khalayak. Hal ini agar mereka menyadari bahwa pentingnya merencanakan keluarga, melaksanakan 1000 hari pertama kehidupan (HPK) bagi pasangan usia subur, dan mengatur jarak kelahiran antara anak yang satu dengan anak berikutnya.

Baca juga: Mengajak Si Kecil ke Kebun Binatang Saat Liburan. Apa Sajakah Manfaatnya?

Pemerintah (BKKBN) berharap keluarga Indonesia sadar bahwa pemahaman akan hal tersebut di atas dapat menghindari anak-anak mereka dari gagal tumbuh dan gagal berkembang (stunting). Bila hal ini dapat dilaksanakan maka khalayak akan menemukan relevansi pentingnya pencegahan stunting untuk menjaga dan merencanakan keluarga, serta masa depan anak dan cucu.

“Dengan demikian mimpi Indonesia 100 tahun mendatang (tahun 2045) menjadi negara yang memiliki Generasi Emas bisa terwujud,” tutur dr. Hasto Wardoyo. Salah satu upaya taktis untuk mencapai ‘zero stunting’ di Indonesia adalah mengimplementasikan narasi besar komunikasi stunting dalam momentum Harganas.

Foto utama oleh Migs Reyes dari Pexels

Parents Guide
Parents Guidehttp://www.burhanabe.com
Info seputar parenting, mulai dari kehamilan, tumbuh kembang bayi dan anak, serta hubungan suami istri, ditujukan untuk pasangan muda.

Related Posts

Comments

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories