Apa “Hyper-Parenting” dan Bagaimana Mengenalinya?

KOLOM DIGITAL EDUCATION OLEH M. GORKY SEMBIRING

“Jika kita sebagai orang tua tidak pernah menghadapi pertanyaan tentang apa makna kehidupan orang dewasa, kita juga tidak akan menyiapkan anak-anak menghadapi hal tersebut. Padahal, mereka sangat butuh panduan dan pendampingan guna membantunya menjawab pertanyaan yang bisa jadi lebih sulit tentang kehidupan ini!”

Diana Baumrind, Psikolog, di 1960-an melakukan penelitian pada beberapa anak usia prasekolah. Baumrid pengajar di University of California at Berkeley. Dari penelusurannya, beliau memperkenalkan 4 pola utama gaya pendampingan orang tua terhadap anak.

Mari kenali apa dan bagaimana kaitan ke-4 pola tersebut dengan pola atau gaya pengasuhan berlebihan (Hyperparenting) dilihat dari perspektif kita sebagai orang tua terhadap anak-anak.

• Otoriter
Orang tua otoriter cenderung menuntut dan mengendalikan. Menetapkan peraturan ketat dan berharap anak-anak mematuhi tanpa pertanyaan apalagi bantahan. Bahkan mungkin menggunakan hukuman fisik hingga berteriak mendisiplinkan anak-anak.
• Otoritatif
Orang tua otoritatif menuntut sekaligus responsif. Menetapkan aturan serta ekspektasi jelas, hangat dan suportif. Mendengarkan sudut pandang anak-anak dan menjelaskan alasan mengapa aturan tersebut dibuat sekaligus cara mengikutinya.
• Permisif
Orang tua permisif responsif dan tidak terlalu menuntut. Memberi kebebasan juga keleluasaaan bagi anak-anak mengambil keputusan. Enggan menetapkan batasan apa lagi mendisiplinkan anak-anak secara super ketat.
• Abai
Orang tua abai (acuh, tidak terlibat) tidak menuntut, juga tidak responsif. Bahkan acap mengabaikan kebutuhan anak-anak. Tak jarang pola atau gaya pengasuhan ini cenderung jauh secara emosional dengan anak-anak.

Uraian di atas bukan berarti bahwa di antara ke-4 pola pendampingan tersebut ada yang pasti buruk dan/atau ada yang pasti baik. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Pola pendampingan otoriter misalnya, membuat anak jadi penurut dan berperilaku baik. Namun, dapat juga menyebabkan menjadi cemas dan tidak berani menampilkan diri.
Pola pendampingan otoritatif, umumnya dianggap sebagai orientasi pendampingan efektif, karena membantu anak-anak mengembangkan pengendalian diri, kemandirian, dan rasa tanggung jawab.

Baca juga: Forum Anak Nasional 2023: Bangkit, Bergerak, Maju Serentak!

Pola pendampingan permisif membuat anak jadi memanjakan diri sendiri dan sulit mengikuti aturan. Pola pendampingan abai (tidak terlibat) menyebabkan anak-anak jadi tidak percaya diri, cemas, dan sulit menjalin hubungan dengan orang lain.

Gaya pendampingan terbaik orang tua bergantung pada kepribadian dan filosofi masing-masing pribadi. Namun, penting menyadari konsekuensi potensial dari setiap gaya pendampingan. Dengan demikian, sebagai orang tua dapat membuat keputusan matang tentang cara mendampingi anak agar bertumbuh kembang dengan baik.

Foto oleh Gustavo Fring dari Pexels

Penting dicatat bahwa uraian di atas merupakan gambaran umum dari 4 gaya pendampingan. Tidak ada gaya pendampingan yang sempurna. Pilihan pola yang berhasil pada satu keluarga mungkin tidak berhasil bagi keluarga lain. Yang penting adalah menemukan pola yang cocok untuk kita dan anak-anak.

Salah satu dari banyak bentuk nyata pendampingan adalah kecenderungan orang tua mengatur dan mengontrol setiap aspek kehidupan anak-anak. Bahkan sampai hal sangat rinci. Ini disebut pola pendampingan hyper (hyperparenting). Sangat kaku dan terlalu terlibat masuk ke dalam kehidupan anak-anak.

Hyperparenting ditandai dengan pengendalian dan keterlibatan berlebihan dari orang tua terhadap anak. Memang sering memiliki niat baik, namun mereka mungkin berusaha terlalu keras demi memastikan agar anak berhasil. Akhirnya anak kewalahan, tertekan, juga kesal.

Beberapa karakteristik utama dari hyperparenting, antara lain:
• Penjadwalan aktivitas yang padat: Anak-anak dari orang tua dengan pola hyperparenting sering melakukan serangkaian kegiatan memusingkan. Mulai dari olahraga hingga pelajaran musik, termasuk les mata pelajaran akademik. Menjadikan anak-anak merasa lelah dan tertekan. Juga mencegah mereka memiliki waktu tidak terstruktur untuk bersantai dan bermain.

• Mengelola kegiatan dengan sangat rinci: Orang tua yang sering ingin terlibat dalam setiap aspek kehidupan anak-anak. Mulai dari apa yang mereka makan hingga kenakan. Termasuk bagaimana mengerjakan pekerjaan rumah. Hal ini dapat mencekik anak-anak sehingga mencegah mereka mengembangkan kemandirian dan keterampilan agar cakap dalam membuat keputusan sendiri.

• Perbandingan: Orang tua dengan pola atau gaya hyperparenting sering dengan cepat membandingkan dengan anak-anak lain dalam hal prestasi akademik dan keterampilan sosial. Menyebabkan anak-anak merasa tidak pernah cukup baik serta dapat mengganggu pembangunan harga dirinya.

Waspada. Efek negatif hyperparenting sangat luas. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang sarat dengan pengendalian mungkin lebih cenderung mengalami kecemasan, depresi, dan harga diri yang rendah. Mereka mungkin juga mengalami kesulitan membentuk hubungan dengan teman sebaya dan orang lain yang lebih dewasa.

Parents Guide
Parents Guidehttp://www.burhanabe.com
Info seputar parenting, mulai dari kehamilan, tumbuh kembang bayi dan anak, serta hubungan suami istri, ditujukan untuk pasangan muda.

Related Posts

Comments

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories