Aspek Spiritualitas, Aspek yang Selalu Terlupakan

Jika keyakinan pasien sama dengan kita, maka kita dapat memimpin langsung doa bersama tersebut atas persetujuan keluarga. Bisa juga kita persilahkan keluarga jika ada pihak keluarga yang mau memimpin.

Sebaliknya, bila pasien kita tidak sama keyakinannya dengan kita, maka kita dapat mengajak pasien dan keluarganya untuk berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.

Pernah ada seorang anak lelaki yang terkena kanker tulang. Anak berusia remaja ini sudah mengetahui bahwa respon pengobatan yang dijalaninya tidak berjalan sesuai dengan yang dia harapkan. Ketika bertemu di ruang kerja saya, ia sedih dan menangis tidak tahu harus berbuat apa lagi. Akhirnya saya ajak anak ini dan kakaknya yang kebetulan mengantarkannya untuk berdoa bersama.

Sambil berjongkok di hadapannya yang duduk di kursi roda dan memegang tangannya, saya memimpin doa sesuai dengan keyakinan kami berdua yang kebetulan sama. Bersyukur, setelah berdoa, anak ini seperti mendapat kekuatan dari Tuhan. Ia tidak takut lagi dan menjalani sisa hidupnya dengan sukacita sampai waktunya Tuhan tiba.

Demikian lebih kurang yang dituturkan sang kakak kepada saya setelah adiknya meninggal beberapa hari kemudian.

Baca juga: Berkendara dengan Bayi, Mengapa Perlu Kursi Khusus Anak?

Ketika mengajar mata kuliah paliatif anak di sebuah akademi perawat di bilangan Tangerang Selatan, saya mencoba untuk memasukkan aspek spiritualitas ini ke dalam materi pembelajaran yang ada. Saya membuat semacam role play yang diperankan oleh mahasiswa. Ada yang berperan sebagai pasien, keluarga pasien, dan perawat. Ceritanya nanti si perawat yang akan membimbing pasien dan keluarganya dalam menjalani proses pengobatan yang akan dijalankan. Dalam melakukan bimbingan tersebut, perawat dapat memasukkan aspek spiritualitas ke dalamnya.

Foto oleh Kaushal Moradiya dari Pexels

Kebetulan dalam satu kelas, mahasiswanya lengkap, ada yang beragama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, dan Hindu. Mereka dihadapkan pada peran seandainya pasien dan keluarganya punya keyakinan yang sama atau tidak sama dengan lakon perawat yang diperaninya. Sementara mereka memainkan peran mereka masing-masing, mahasiswa yang lain memperhatikan dan memberi komentar di akhir lakon.

Di sini mahasiswa jadi belajar bagaimana berkomunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya dan memberi ketenangan kepada mereka melalui aspek spiritualitas yang disampaikan dalam percakapan mereka.

Semoga kedepannya, aspek spiritualitas dapat memperoleh porsi yang sama dengan ketiga aspek lainnya ketika kita sebagai tenaga kesehatan memberikan pelayanan kepada pasien-pasien yang telah Tuhan percayakan kepada kita semua. Semoga kita semua dapat menjadi berkat.

Foto utama oleh Jonas Ferlin dari Pexels

Related Posts

Comments

Stay Connected

0FansLike
400FollowersFollow
8,385FollowersFollow

Recent Stories